Lingkungan Fisik, Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
Sumber https://www.gurupendidikan.co.id/manajemen-pemasaran/
A. Lingkungan Fisik
1.
Pengertian Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didayagunakan
oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat
meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi
tersebut (Sihombing, 2004). Lingkungan fisik adalah salah satu bagian yang
menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam pekerjaan tapi juga dapat
merupakan suatu kegagalan dalam melaksankan pekerjaan kareana lingkungan kerja
dapat mempengaruhi pekerja ataupun konsumen sendiri terutama konsumen yang bersifat
psikologis. Dalam meningkatkan semangat kerja perawat dan kenyamanan konsumen
tentu tidak terlepas dari kualitas Lingkungan fisik. Lingkungan
kerja fisik adalah segala
sesuatu yang ada disekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya
penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan,
kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi,
2001). Menurut Gie (2000) lingkungan fisik
merupakan segenap faktor fisik yang bersama-sama
merupakan suatu suasana fisik
yang meliputi suatu tempat
kerja.
2.
Unsur-unsur Lingkungan
Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik merupakan salah
satu penyebab dari keberhasilan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan,
tetapi juga dapat menyebabkan
suatu kegagalan dalam pelaksanaan
suatu
pekerjaan, karena lingkungan
kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama
lingkungan kerja yang bersifat
psikologis, sedangkan pengaruh itu sendiri
dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
1.
Pertukaran udara, yaitu agar setiap
ruang diberi ventilasi yang
cukup supaya karyawan merasa nyaman
saat bekerja.
2.
Penerangan yang cukup
untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka diperlukan
penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.
3.
Kebisingan, lingkungan
kerja yang ramai dapat mengganggu konsentrasi dalam melaksanakan
pekerjaan.
Tiffin
dan Mc Cormick dalam Trianasari
(2005), mengemukakan beberapa aspek lingkungan kerja fisik yaitu:
1.
Peralatan kerja,
perlengkapan yang tersedia
merupakan komponen yang menunjang aktivitas kerja.
2.
Sirkulasi udara,
sirkulasi udara yang cukup didalam
ruangan sangat diperlukan terutama
jika didalam ruangan yang penuh dengan pegawai.
3.
Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan
dalam
ruangan yang cukup memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.
4.
Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan
kerja akan mengganggu konsentrasi.
5.
Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan berpengaruh terhadap karyawan pada
saat melakukan pekerjaan.
Menurut
Gie (2000), unsur didalam lingkungan fisik rumah sakit meliputi:
1. Suhu Udara
Usia
sebuah bangunan dapat mencapai
50-100 tahun, karena itu penting sekali dipikirkan
mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita
salah dalam mengambil
keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus
ditanggung selama gedung ini berdiri.
Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda. Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak
lingkungan dan menghabiskan
energi yang tidak perlu.
Thermalcomfort
Zone, Moore (1999) adalah kombinasi
dari temperatur udara, kelembaban, radiant temperatur,
arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah
temperatur udara
dan kelembaban.
Menurut
American Societyfor Heating, refrigerating and airconditioning
engineers (ASHRAES tandard 55-56).
Thermalcomfort-that conditioning
of mind which expresses satisfaction with the
thermal environment. Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan
lemak seseorang, tebalnya baju
pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka
comfort zone turun kearah
bawah.
Tata
laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara
menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
Kesehatan lingkungan rumah Sakit yaitu Penghawaan atau ventilasi
dirumah sakit harus mendapat
perhatian yang khusus. Bila menggunakan
sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga
dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembabannya bagi
pasien dan karyawan.
Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur
udara
sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter darah arus dibersihkan dari debu dan bakteri atau
jamur.
2.
Pencahayaan
Pencahayaan merupakan
faktor yang sangat penting dalam
suatu rumah sakit karena dapat memperlancar pekerjaan di rumah sakit. Apalagi seorang perawat
yang pekerjaannya berkaitan dengan jiwa manusia maka
kegiatannya seperti memasang infuse dan memberi obat-obatan
dan pencatatan harus terlihat jelas tanpa terlindung oleh bayangan.
Penerangan yang cukup akan menambah semangat
kerja perawat, karena mereka
dapat lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya,
matanya tidak mudah lelah
karena cahaya yang gelap, dan kesalahan-kesalahan dapat dihindari. Banyak kesalahan
pekerjaan disebabkan karena penerangan yang buruk, misalnya ruangan
yang terlampau gelap atau
karyawan harus bekerja dibawah penerangan yang menyilaukan.
Penerangan
atau cahaya yang cukup merupakan
pertimbangan yang penting
dalam fasilitas fisik rumah sakit. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan penerangan
yang baik. Penerangan yang baik membantu karyawan terlihat dengan cepat, mudah,
dan senang. Cahaya mata hari tidak dapat diatur dengan sempurna menurut
keinginan orang. Lebih-lebih dalam gedung yang luas dan kurang jendelanya, cahaya alam
itu tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu
sering dipergunakan cahaya lampu untuk mengatur penerangan dalam
ruangan. Apabila disusun dengan baik
maka akan memberikan penerangan yang sempurna untuk
ruang kerja yang gelap maupun bekerja
pada malam hari.
Cahaya
penerangan buatan manusia dapat dibedakan menjadi empat
macam
yaitu :
a. Cahaya
langsung
Cahaya ini memancarkan langsung dari sumbernya kearah permukaan meja. Apabila dipakai lampu
biasa, cahaya bersifat sangat tajam
dan bayangan yang ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini
lekas melelahkan mata dan menyilaukan pekerja. Pancaran cahaya adalah
tinggi,
bayangan-bayangan tajam dan langit-langit umumnya menjadi
gelap. Biasanya ini merupakan
cahaya yang paling tidak disukai.
b. Cahaya
setengah langsung
Cahaya ini memancar dari sumbernya dengan melalui tudung
lampu yang biasanya terbuat dari
gelas yang berwarna seperti susu. Cahaya ini tersebar
sehingga bayangan yang ditimbulkan
tidak begitu tajam. Akan tetapi kebanyakan cahaya tetap
langsung jatuh kepermukaan meja dan memantul
kembali kearah mata pekerja,
sehingga hal ini masih
kurang memuaskan walaupun sudah lebih baik dari pada cahaya
langsung.
c. Cahaya
setengah tidak langsung
Penerangan ini terjadi dari
cahaya yang sebagian
besar merupakan pantulan dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui
tudung kaca. Cahaya ini sudah lebih baik dari pada
cahaya setengah tidak langsung karena sifat dan bayangan yang diciptakan sudah tidak
begitu tajam dibandingkan dengan cahaya setengah langsung.
b.
Cahaya tidak langsung
Cahaya ini sumbernya memancarkan
kearah langit-langit ruangan,
kemudian baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan
cahaya yang lunak dan tidak memberikan
bayangan yang tajam. Sesungguhnya
langit-langit merupakan sumber cahaya bagi ruang kerja, karena itu langit-langit mempunyai
daya pantul yang tinggi. Sifat
cahaya ini benar-benar sudah lunak, tidak mudah menimbulkan kelelahan mata karena cahaya tersebar merata
keseluruh penjuru. Sistem
penerangan ini merupakan sistem
penerangan yang terbaik (Gie, 2000).
Menurut (Moekijat, 2002)
Keuntungan penerangan yang baik adalah
:
1. Perpindahan
pegawai kurang
2. Semangat
kerja lebih tinggi
3. Prestasi
lebih
besar
4. Hasil
kerja lebih banyak
5. Kesalahan
berkurang
6. Keletihan berkurang
Keuntungan tersebut dapat terwujud
bila mutu penerangan yang ada bermutu
baik. Penerangan yang bermutu baik adalah penerangan yang secara relatif tidak
menyilaukan mata dan dipancarkan
secara merata. Kejernihan
penerangan yang relatif sama. Bayang-bayangan harus dikurangi sebanyak-banyaknya, meskipun
tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali (Moekijat,
2002).
Pencahayaan
menurut Simha (2001) bertujuan untuk
a. Untuk mendukung
aktivitas dan kegiatan lain
pengguna bangunan.
b. Untuk
mendukung fungsi keamanan.
c. Untuk
menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan
Cahaya
sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan oleh kondisi fisiologis
mata, latarbelakang objek,
bentuk atau wujud objek yang dipandang, mengontrol
silau tingkat kekuatan penyinaran.
Menurut
KEPMENKESRI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit bahwa tata laksana pencahayaan
adalah sebagai beikut :
a. Lingkungan
rumah sakit baik dalam
maupun luar ruangan harus mendapat
cahaya dengan intensitas
cukup berdasarkan fungsinya.
b. Semua
ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun
untuk menyimpan barang atau peralatan perlu diberi penerangan.
Ruangan pasien harus diberikan
penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu
masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah
dijangkau dan tidak menimbulkan
berisik. Disetiap setiap
area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting,
sebaiknya digunakan system
pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya
perlu mempunyai
suatu tenaga 30,000lux, untuk menerang. Suatu ukuran bidang sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan
lain sebaiknya area klinis juga
tetap harus diberikan
pencahayaan walaupun dalam keadaan siang karena hal ini
dapat mengurangi efek disorientasi bagi
para staf dan pasien.
3. Suara
Suara
bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab gangguan yang kerap dialami
pekerja tulis menulis. Gangguan ini seringkali didiamkan
saja walaupun tindakan perbaikan yang
sederhana dapat dilakukan
apabila waktu dan pikiran diluangkan
untuk masalah itu (Budiyanto,1991). Sebagian besar dari pekerjaan kantor merupakan
pekerjaan yang membutuhkan
konsentrasi pikiran, oleh karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara
gaduh. Suara yang gaduh menyebabkan kesulitan
memusatkan fikiran
dalam
menggunakan telepon dan dalam
melaksanakan pekerjaan kantor dengan baik.
Seorang mungkin tidak menyadari
pengaruh kegaduhan suara, tetapi
setelah beberapa waktu orang akan menjadi
sangat lelah dan lekas marah
sebagai pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh suara yang gaduh menurut Moekijat (2002) adalah :
a. Gangguan
mental dan syaraf pegawai
b. Kesulitan mengadakan
konsentrasi
c. Kelelahan
yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang
Banyak
sumber suara terdapat dalam
kantor antara lain percakapan, gesekan kursi-kursi pada
lantai, dan mesin-mesin kantor yang
mengeluarkan suara. Kondisi suara yang baik adalah kondisi suara yang tidak gaduh atau tenang, tidak terganggu dari alat-alat kantor itu sendiri maupun dariluar kantor sehingga
pegawai dapat bekerja sebaik
mungkin. Kebisingan dapat dikurangi dengan
pengaturan maupun pengendalian sumber
suara, isolasi dari suara, penggunaan peredam suara, penggunaan sistem akuistik dan pemakaian alat pelindung telinga.
Bunyi dapat
didefenisikan menjadi dua arti yaitu:
1. Secara
fisis,
bunyi adalah penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam
Mediumelastic seperti udara.
Ini adalah bunyi objektif.
2. Secara fisiologis,
bunyi adalah sensasi
pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini
adalah bunyi subjektif.
Sedangkan Menurut Doelle
(1998) Bunyi dapat dihasilkan :
a. Di
udara (airborne sound),
misalnya suara manusia bercakap
atau bernyanyi.
b. Karena
benturan atau tumbukan (impact
sound) atau bunyi struktur (structuresound).
c. Karena
getaran mesin.
Telinga
normal
tanggap terhadap bunyi diantara
jangkauan frekuensi audio sekitar
20 sampai 20.000 Hz. Gelombang
bunyi yang merambat dari
sumbernya dengan muka
gelombang berbentuk bola
yang terus-menerus membesar,
segera melemah bila
jarak dari sumbernya bertambah.
Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan,
dibelokkan atau ditransmisikan keruang yang berdampingan, tergantung pada
sifat akustik dindingnya.
Bising
adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau
berbahaya bagikegiatan sehari-hari.
Dengan katalain tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh
penerima dianggap sebagai bising. Jadi
pembicaraan atau musik dianggap sebagai bising bila mereka tidak
diinginkan. Seseorang cenderung mengabaikan bising
bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin
ketik atau mesin dipabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi, radio, penghisap debu, mesin
bor,dan
2. Outdoor,
seperti bunyi air hujan, angin, air mengalir.
Bising
berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi
rendah. Secara umum
bising bisa menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam
hari daripada siang hari.
Sebuah
rumah sakit adalah jenis
bangunan yang penghuninya sangat
dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus
dipertimbangkan agar dapat mengurangi
bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh :
a. Peralatan mekanik
(mesin diesel, kompresor,
AC, elevator)
b. Fasilitas operasional (unit
pipa ledeng, mesin cuci, mesin
cetak, fasilitas masuk)
c. Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat
kesehatan)
d. Kegiatan
karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah
orang berjalan)
Menurut
Doelle (1998), bising yang
cukup keras diatas 70dB dapat menyebabkan
kegelisahan (nervousness),
kurang enak badan,
kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah
peredaran darah. Bising
yang sangat keras, diatas
85dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya dan bila berlangsung lama,
kehilangan pendengaran sementara
atau permanen dapat terjadi, juga penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka
perut.
Pengaruh
bising dapat menurunkan produktivitas
dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri,
produksi akan turun dan pekerja-pekerja
akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising diatas 80d bentuk waktu yang lama. Sebaliknya juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila
pekerja bekerja di tempat yang terlalusunyi.
Ini dibuktikan bahwa bising dalam
jumlah tertentu dapat ditolerir
dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan
kesehatan jiwa. Bising buatan
disebut acoustical deodorant. Misalnya musik
latar belakang yang dipilih secara
tepat dan didistribusikan
dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.
Untuk
mengendalikan bising
yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari
dengan menggunakan penahan pintu
karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup elastis (tegel karet,
tegel
gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi
bising benturan. Selain itu
petugas rumah sakit juga dilatih
untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang
lain, seperti tidak berbicara
atau tertawa keras-keras.
4. Penghawaan
Ruangan
Pertukaran udara
yang cukup terutama dalam
ruangan sangat diperlukan, apalagi dalam ruangan tersebut
penuh pegawai.Pertukaran udara
yang cukup dalam ruangan akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan
dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan
rasa pengap sehingga mudah menimbulkan kelelahan dari karyawan (Nitisemito,
2000)
Suhu
udara yang baik harus dipertahankan di tempat
orang yang bekerja (kecuali untuk
jangka waktu singkat), yaitu minimum 160C (60,80F)
setelah jam pertama. Thermometer harus disediakan pada setiap lantai agar pegawai dapat mengecek suhu (Budiyanto, 1991). Keuntungan udara yang baik
menurut Moekijat (2002)adalah
:
a. Produktivitas yang lebih
tinggi.
b. Mutu
pekerjaan yang lebih tinggi.
c. Kesenangan dan kesehatan pegawai yang bertambah.
d. Kesan
yang menyenangkan bagi para tamu.
Sedangkan
menurut Prof. Soetarman mengemukakan beberapa
hal sebagai usaha udarayang
baik (Gie, 2000) yaitu:
1. Mengatur
suhu dalam kantor dengan alat air conditioning. Walaupun alat
tersebut mahal harganya,
tetapi bagi pekerjaan-pekerjaan
yang menghendaki ketelitian dan ketenangan sebesar-besarnya
alat ini merupakan keharusan apabila
dikehendaki mutu pekerjaan yang tinggi.
2. Mengusahakan peredaran udara yang cukup dalam ruang kerja. Hal ini dapat tercapai dengan membuat lubang-lubang udara yang cukup banyak pada dinding
kamar. Demikian pula sewaktu
bekerja jendela haruslah dibuka.
3. Mengatur
pakaian kerja sebaik-baiknya yang dipakai oleh para pekerja. Untuk bekerja di Indonesia, mengenakan pakaian jas lengkap dengan dasi secara barat adalah kurang
tepat.
Selain
penggunaan air conditioning, ventilasi yang cukup kipas angin, konstruksi
gedung juga berpengaruh pada pertukaran udara. Gedung yang mempunyai
plafon yang tinggi akan menimbulkan pertukaran udara yang baik dari
pada yang plafonnya rendah. Demikian pula luasnya ruangan dengan jumlah
karyawan yang sedang bekerja
akan mempengaruhi pertukaran
udara.
5. Kebersihan Ruangan
Kebersihan
ruangan dan lingkungan di rumah
sakit merupakan bentuk rangkaian
kegiatan yang penting mendapat perhatian. Kurangnya perhatian terhadap
tingkat kebersihan rumah sakit
dapat menimbulkan
berbagai dampak, antara lain Gangguan estetika, berkembangbiaknya
vektor penyakit, penularan penyakit,
dan terjadinya infeksi
nosokomial (Lestari, 2011).
Pemeliharaan kebersihan
ruang dan bangunan harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan aturan Depkes
(2006)
bahwa kegiatan pembersihan ruangan dilakukan 2kali sehari (pagi dan sore).
Pembersihan lantai diruang perawatan dilakukan setelah
pembenahan atau merapikan tempat tidur pasien (verbeden) setelah jam makan,
setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bila dibutuhkan.
Cara-cara pembersihan ruang yang dapat menebarkan debuh
arus dihindari. Harus menggunakan
cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi
syarat dan bahan anti septik yang tepat. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. Pembersihan
dinding dilakukan secara periodik minimal2 (dua)
kali setahun dan dicat ulang
apabila sudah kotor atau cat sudah pudar. Setiap percikan ludah, darah. Eksudat luka pada dinding atau
lantai harus segera dibersihkan dengan menggunakan anti septik.
6.
Sikap Kerja
Sikap kerja juga diartikan
sebagai kecenderungan pikiran
dan perasaan puas atau tidak puas
terhadap pekerjaannya(Aniek dalam Purwanto,2008). Kemudian pada saat
bekerja perlu diperhatikan postur
tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat
bekerja dengan nyaman dan tahan
lama (Merulalia, 2010). Berdasarkan
beberapa definisi diatas
dapat dikatakan sikap kerja
adalah proses kerja yang sesuai ditentukan
oleh anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Untuk menerapkan sikap
kerja didalam ergonomik maka ada
beberapa persyaratan
yang harus dilaksanakan menurut Suma’mur
(1996) antara lain:
a.
Posisi duduk
atau bekerja dengan duduk,
ada beberapa persyaratan :
1.
Terasa nyaman selama
melaksanakan pekerjaannya.
2.
Tidak menimbulkan
gangguan psikologis.
3.
Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.
b.
Posisi bekerja dengan berdiri
:
Berdiri dengan posisi yang benar dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi
rata pada kedua tungkai.
Terdapat tiga macam sikap
dalam bekerja, yaitu:
1.
Kerja posisi duduk
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan
atas, panjang lengan bawah dan
tangan, jarak lekuk lututdan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculo skletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat
ditahan oleh sandaran kursi agar
terhindar dari nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004). Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang
akan meningkat dibanding berdiri
atau
berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan
posisi tidak duduk 100%, maka
tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk kedepan.
Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dapat relaksasi (tidak statis)
(Nurmianto dalam Santoso, 2004). Sikap kerja yang baik dengan duduk
yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada
pinggang dan sedikit kifosa pada punggung dimana
otot-otot punggung menjadi terasa
enak dan tidak menghalangi
pernafasan. Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil
duduk. Keuntungan bekerja sambil
duduk adalah sebagai berikut :kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya
sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, dan
kurangnya tingkat keperluan sirkulasi
darah (Suma’mur, 1989).
Duduk memerlukan lebih
sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada
kaki. Seorang operator
bekerja yang bekerja sambil
duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Sikap duduk yang keliru
akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah
punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan
dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan
tekanan tersebut sekitar
100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erectposture)
dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai
140% dan cara yang dilakukan dengan membungkuk
kedepan menyebabkan tekanan tersebut sampai
190%. Sikap duduk yang tegang lebih
banyak memerlukan
aktivitas otot atau urat saraf belakang daripada
sikap duduk yang condong kedepan.
Kenaikan tekanan tersebut dapat
meningkat dari suatu perubahan
dalam suatu lekukan tulang belakang
pada saat duduk. Suatu keletihan
pada pinggul sekitar 900 tidak akan dicapai
hanya dengan rotasi dari
tulang pada sambungan paha.
2.
Kerja posisi berdiri
Ukuran tubuh yang penting dalam
bekerja dengan posisi berdiri adalah tinggi badan berdiri, tinggi
bahu, tinggisiku, tinggi pinggul, panjang lengan.
Bekerja dengan posisi berdiri
terus menerus sangat mungkin
akan mengakibatkan penumpukan
darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki (Santoso, 2004).
3.
Membungkuk
Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi
posisi setengah duduk tanpa
sandaran dan setengah duduk dengan
sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok
(Santoso dalam Romanenko,
2004). Yang mana posisi kerja yang
baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi
antara
posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk (Romanenko dalam Suma’mur,1989). Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh disangga
oleh tempat duduk juga konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih
tinggi dibandingkan tiduran,
tetapi lebih rendah dari pada berdiri.
Posisi duduk juga dapat mengontrol
kekuatan kaki dalam pekerjaan.
A.
Kualitas
Pelayanan
Banyak para ahli yang mendefenisikan
tentang kualiatas pelayanan, kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Kualitas
pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan
cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata
mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan
atau inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan
suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka
dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan
konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas.Sebaliknyajika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
a. Lima
Dimensi Kualitas Layanan (SERVQUAL)
Menurut Kotler (2007:182)
mengindentifikasikan lima dimensi yang digunakan konsumen dalam mengevalusi
kualitas layanan,
antara
lain adalah :
1.
Bukti fisik (tangibles)
Adalah kemampuan suatu perusahaan
dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan
sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
Hal ini meliputi fasilias fisik, (misal: gedung, gudang dan lain-lain),
perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2.
Kehandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan
untuk memberikan layanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan
waktu, layanan yang sama untuk semua konsumen tanpa kesalahan, dan sikap yang
simpatik.
3. Jaminan
dan kepastian (Assurance)
Adalah pengetahuan, kesopansantunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
konsumen kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa
komponen antara lain komunikasi, keamanan, kredibilitas, kompetensi dan sopan
santun.
4. Daya
tanggap (Responsiveness)
Suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan layanan yang cepat dan tepat kepada konsumen, dengan menyampaikan
informasi yang jelas.
5. Empati
(Emphaty)
Dengan memerikan perhatian yang tulus
dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang konsumen untuk memahami kebutuhan
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi konsumen.
b. Aspek-aspek kualitas
pelayanan
pengukuran kepuasan
pasien
Menurut Zeithhml
Parasuraman (1997,
dalam Purwanto, 2007),
aspek-aspek
kepuasan yang
diukur
adalah kenyataan,
kehandalan, ketanggapan,
jaminan, empati.
1.
Kenyataan
Meliputi fasilitas
fisik,
peralatan dan
penampilan petugas, kebersihan, kerapian dan
kenyamanan ruangan,
kesiapan dan
kebersihan alat. Pasien
akan
menggunakan indra penglihatan
untuk
menilai
kualitas pelayanan seperti
menilai
gedung,
peralatan,
seragam,
yaitu
hal-hal
yang menimbulkan kenikmatan
bila dilihat.
2.
Kehandalan
Yaitu kemampuan petugas
memberikan
pelayanan
dengan segera,
tepat waktu dan
benar misalnya penerimaan
yang cepat, pelayanan
pemeriksaan
dan perawatan yang
cepat dan tepat.
Kehandalan juga
merupakan kemampuan bidan dalam
pelayanan yang
akurat atau
tidak ada
kesalahan.
3.
Ketanggapan
Yaitu kemampuan
petugas
dalam
menanggapi
keluhan pasien termasuk kemampuan
petugas untuk
cepat
tanggap
dalam menyelesaikan keluhan
dan tindakan
cepat pada saat
dibutuhkan.
4.
Jaminan
Yaitu kepercayaan
pasien
terhadap jaminan kesembuhan
dan keamanan
sehingga akibat pelayanan
yang diberikan termasuk pengetahuan
petugas kesehatan
dalam memberikan
tindakan
pelayanan
nifas. Aspek ini juga
mencakup kesopanan
dan sifat
dapat
dipercaya yang
dimiliki oleh petugas, bebas dari
bahaya,
resiko,
keragu-raguan.
5.
Empati
Meliputi kemudahan
dalam melakukan hubungan komunikasi
yang baik
dan memahami kebutuhan klien
yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap
setiap pasien.
Pelayanan
yang berkualitas menurut (Valerie A.
Zeithaml dalam Ardhana, 2010) adalah kemapuan suatu perusahaan menyajikan
atau memenuhi apa yang dijanjikannya kepada pelanggan. Kualitas pelayaan yang
baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor penting dalam keberhasilan
suatu bisnis. Menurut (Dabholkar, dalam
Tjiptono, 2008) menyatakan bahwah kualitas jasa mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Oleh sebab itu suatu perusahaan
dituntut untuk memaksimalkan Kualitas pelayaannnya guna menciptakan kemampuan
kepuasan para pelanggannya.
A.
Kepuasan
pelanggan
1.
Definisi
Kepuasan Konsumen
Kepuasan pelanggan merupakan konsep sentral
dalam wacana bisnis dalam manajemen.
Atribut kepuasan dan ketidakpuasan
berpengaruh terhadap
pelayanan. Kepuasan pelanggan dipengaruhi secara asimetris oleh
atribut level kinerja. Kepuasan
pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu
fasilitas
kesehatan dan
merupakan suatu
ukuran
mutu
pelayanan kepuasan pelanggan
yang
rendah
akan
berdampak terhadap
jumlah
kunjungan yang
akan
mempengaruhi provitabilitas
fasilitas kesehatan
tersebut,
sedangkan
sikap karyawan
terhadap pelanggan
juga akan berdampak terhadap kepuasan
pelanggan
dimana kebutuhan
pelanggan
dari
waktu
ke waktu akan meningkat,
begitupula tuntutannya
akan
mutu
pelayanan yang diberikan
(Atmojo,2006).
Menurut
Irawan (2003),
kepuasan adalah perasaan
senang atau
kecewa
dari
seseorang
yang mendapat kesan dari
membandingkan hasil
pelayanan
kinerja
dengan
harapan-harapannya. Tjiptono (2006)
berpendapat bahwa kepuasan
atau ketidakpuasan merupakan
respon
pelanggan sebagai hasil dan
evaluasi ketidaksesuaian kinerja atau
tindakan
yang
dirasakan
sebagai
akibat
dari
tidak
terpenuhinya
harapan.
Hal ini juga
dinyatakan
oleh Sugito (2005) yang
menyebutkan bahwa
tingkat kepuasan merupakan
fungsi
dari
perbedaan antara
kinerja
yang dirasakan
dengan harapan, apabila
kinerja dibawah harapan
maka
pelanggan akan kecewa. Oxford Advanced Learner’s Dictionary
(Tjiptono & Gregorius, 2005)
mendeskripsikan kepuasan adalah perasaan
baik ketika anda mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang anda
ingin terjadi tidak terjadi,
tindakan memenuhi
kebutuhan atau keinginan.
Kotler dan Keller (2003) mendefinisikan
kepuasan konsumen sebagai
perasaan konsumen, baik itu berupa kesenangan atau
kekecewaan yang timbul dari membandingkan
penampilan sebuah produk
dihubungkan dengan harapan konsumen atas produk tersebut. Apabila penampilan produk
yang diharapkan oleh Konsumen tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada, maka
dapat dipastikan konsumen akan merasa
tidak puas dan apabila penampilan produk sesuai atau lebih baik dari yang diharapkan
konsumen, maka kepuasan atau kesenangan akan dirasakan konsumen.
Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen
atas barang atau jasa setelah mereka
memperoleh
dan menggunakannya. Ini merupakan
penelitian evaluative paska pemilihan
yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan barang atau jasa tersebut (Mowen dan Minor, 2002).
2.
Ciri-ciri konsumen yang puas
Hawkins, Mothers baugh & Best (2007)
menyebutkan bahwa outcome atau
hasil yang diharapkan dari adanya kepuasan konsumen
adalah peningkatan penggunaan, pembelian ulang, loyalitas dan wordof
mouth. Sedangkan menurut Kotler
& Amstrong (2000) ciri–cirri konsumen yang puas adalah
sebagai berikut :
a.
Loyal terhadap
produk
Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi
loyal. Konsumen yang puas terhadap
produk yang dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama.
Keinginan untuk membeli
ulang
karena adanya keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan menghindari pengalaman yang buruk.
b.
Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif
Kepuasan adalah
merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi dari mulut kemulut
(wordof mouth communication)
yang bersifat positif.
Hal ini dapat berupa rekomendasi kepada calon konsumen
yang lain dan mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan
yang
menyediakan produk. Perusahaan
menjadi pertimbangan utama ketika membeli
produk lain.Hal ini merupakan proses kognitif ketika adanya kepuasan.
c.
Faktor Utama dalam Menentukan
Tingkat Kepuasan Konsumen
Dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima
faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu :
1.
Kualitas produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2.
Kualitas pelayanan
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila
mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan
yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang
membuat konsumen menjadi puas terhadap merek tertentu.
4.
Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
konsumennya.
5.
Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu.
B.
Faktor – faktor
yang Mempengaruhi Kepuasan
Klien
Menurut Kotler dan Amstrong (dalam
Huriyati, 2005
& Rangkuti,
2006) faKtor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan
dengan
tingkah
laku
konsumenya itu faktor
budaya, faktor sosial, factor
pribadi
dan faktor
psikologi.
a.
Faktor
Kebudayaan
Faktor budaya
memberpengaruh yang paling luas dan
mendalam terhadap
perilaku
pelanggan
dan klien. Faktor
budaya terdiri dari
beberapa komponen
yaitu
budaya,
sub-budaya dan
kelas sosial. Budaya
merupakan penentu
keinginan dan
perilaku
yang
mendasar
dalam mempengaruhi keinginan
atau kepuasan orang. Sub-budaya
terdiri
atas nasionalitas, agama, kelompok,
ras, dan
daerah geografi. Sedangkan
kela ssosial
adalah sebuah kelompok
yang relatif
homogeny mempunyai
susunan
hirarki dan
anggotanya memiliki nilai,
minat
dan
tingkah
laku.
Kelassosial tidak hanya
ditentukan
oleh satu
faktor
melainkan
diukur
sebagai kombinasi dari pekerjaan,
pendapatan, dan variabel lainnya.
b.
Faktor
Sosial
Faktor sosial terbagi
atas kelompok
kecil,
keluarga, peran
dan
status. Orang
yang
berpengaruh
kelompok atau lingkungannya biasanya
orang
yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini
biasanya menjadi
panutan
karena pengaruhnya amat
kuat.
c.
Faktor Pribadi
Faktorpribadi merupakan
keputusan
seseorang dalam
menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman
sesuai
dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi
klien dipengaruhi
oleh usia dan
tahap
siklus
hidup, jenis kelamin,
pendidikan,
pekerjaan,
statu
sekonomi,
gaya
hidup, dan kepribadian atau
konsep
diri.
Usia mempunyaidimensi
kronologis
dan
intelektual, artinya
berdimensi kronologis karena
bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang
melalui
pendidikan dan
pelatihan. Usia merupakan
tanda perkembangan
kematangan atau kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas
suatu
tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya
penyakit misal
penyakit kardiovaskuler dengan
peningkatan usia.
Pendidikan
merupakan proses pengajaran
baik formal
maupun informal yang dialami
seseorang. Hasilnya
akan
mempengaruhi
sikap dan
perilaku
seseorang
dalam mendewasakan
diri.
Selain itu. Pendidikan juga
berkaitan dengan harapan.
Seseorang yang
tingkat
pendidikannya
tinggi
akan
mengharapkan pelayanan
yang lebih
baik
dan lebih
tinggi.
Pekerjaan merupakan
aktifitas jasa
seseorang
untuk
mendapat imbalan berupa materi
dan
nonmateri.
Pekerjaan
dapat menjadi factor
risiko kesehatan
seseorang
dan
berdampak
pada system imunitas
tubuh.
Pekerjaan ada
hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk
berperilaku dalam
menentukan pelayanan yang
diinginkan. Status perkawinan sementara
diduga
ada kaitannya dengan
gaya
hidup dan kepribadian.
d.
Faktor
Psikologi
Faktor psikologi
yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi,
persepsi, pengetahuan,
keyakinan
dan pendirian. Motivasi mempunyai
hubungan
erat dengan kebutuhan. Ada
kebutuhan
biologis seperti
lapar dan
haus,
ada kebutuhan psikologis yaitu adanya
pengakuan,
dan penghargaan.
Kebutuhan
akan
menjadi motif untuk
mengarahkan seseorang
mencari
kepuasan (Sutojo,
2003).
Menurut Kotler (1999 dalam Wijono 2005)
menyebutkan bahwa
kepuasan
pasien
dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara
lain
: pendekatan
dan
perilaku
petugas, perasaan klien
terutama saat pertama
kali
datang, mutu
informasi
yang diterima, outcomes
pengobatan
dan perawatan
yang diterima,
prosedur
perjanjian, waktu tunggu. Oleh
Karena itu kepuasan
pasien
merupakan respon kebutuhan
pasien
terhadap
keistimewaan suatu
kualitas produk jasa
atau pelayanan.
Suatu pelayanan
kesehatan
disebut sebagai
pelayanan kesehatan
yang bermutu apabila
penerapan
standar dan
kode etik profesi
dapat
memuaskan
pasien.
Menurut
Azwar (2006),
ukuran-ukuran yang
dimaksud
pada
dasarnya mencakup
penilaian
terhadap:
1.
Hubungan
bidan dengan pasien
Terbinanya hubungan bidan dengan pasien yang baik adalah salah satudari
kewajiban
etika adalah amat
diharapkan setiap
pasiennya
secara pribadi, menampung
dan
mendengarkan semua keluhan, serta menjawab
dan
memberikan keterangan yang
sejelas-jelasnya
tentang
segala
hal
ingin diketahui
oleh pasien.
2. Kenyamanan
pelayanan
Kenyamanan
yang dimaksud disini
tidak
hanya yang menyangkut
fasilitas yang
disediakan, tetapi terpenting menyangkut sikap serta tindakan
bidan
ketika menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
3. Kebebasan melakukan
pilihan
Suatu
pelayanan
kesehatan disebut
bermutu bila
kebebasan
memilih ini dapat diberikan
dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh
setiap penyelenggara pelayanan
kesehatan.
a. Pengetahuan dan kompetensi
teknis
Secara
umum disebut semakin tinggi
tingkat
pengetahuan
dan
kompetensi teknis tersebut, maka
makin
tinggi pula
mutu pelayanan kesehatan.
b. Efektifitas
pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutu
pelayanan
kesehatan.
c. Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan
kesehatan
yang bermutu,
aspek
keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan
yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang
baik dan
tidak boleh dilakukan.
Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada perasaan
atau kesan pelanggan terhadap suatu produk, setelah membandingkannya dengan
produk lain (Kotler, 2000:36).
Kepuasan pelanggan dapat dibangun melalui kualitas pelayanan dan nilai yang terdapat dalam inti pelayanan tersebut. Kualitas pelayanan dapat diperoleh dari persepsi pelanggan terhadap produk yang diterima, sedangkan nilai dari keseluruhan jumlah total yang ditangkap pelanggan sebagai hal yang bermutu (Kotler, 1997; Richard, 2002). Menurut penelitian, kepuasan pelanggan ternyata tidak hanya terdapat pada hal-hal fisik saja dari suatu produk saja, tapi juga pada sikap institusi. Seperti halnya kinerja dokter serta perhatian medis yang diterima pelanggan. (Carman, 2000 : 337-338) Kepuasan pelanggan adalah pusat sasaran konsep pemasaran. Sehingga segala perencanaan pemasaran dan program suatu perusahaan bertujuan untuk memuaskan pelanggan. Karena pelanggan akan memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan (Laurent, 2000:87). Kualitas pelayanan tersebut meliputi inti pelayanan, unsure penyampaian, sistematika penyampaian pelayanan, wujud pelayanan dan tanggungjawab sosial. Ukuran kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, diperoleh dari survei para pelanggan yang menjadi mitra bisnis perusahaan.
Sumber :
Sihombing,Umberto, 2004, Pengaruh Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan, Penilaian pada Lingkungan Kerja dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kepuasan Kerja Pamong Praja, htpp://www.dupdiknas.go.id, diakses 1 Maret 2010.
Nawawi, H. Hadari, (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis
yang Kompetitif, UGM Press, Yogyakarta.
Anoraga, Pandji, Widiyanti. 1993. Psikologi dalam Perusahaan. PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
McCormick, Earnest J. and Tiffin,
2002.Human Resource Management,
Prentice-Hall, Singapore.
Moekijat.2002.
Tata Laksana Kantor. Bandung: Mandar Maju.
Post a Comment for "Lingkungan Fisik, Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan"